Dasar Perhitungan Bulan Hijriyah (Pergerakan Bulan, Bumi dan Matahari)

Seorang ahli agama yang bertugas menetapkan bulan baru Hijriyah haruslah memiliki pemahaman yang memadai mengenai pergerakan relatif Bulan, Bumi dan Matahari. Tentu saja bukan cuma kemampuan logika matematika yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan daya imajinasi yang kuat serta kecerdasan pandang ruang 3Dimensi yang dapat diandalkan. Tanpa itu semua perbedaan penetapan bulan baru Hijriyah hanya berputar-putar pada eksplorasi dan interpretasi dalil tanpa pernah menyentuh substansi fenomena alam (ayat kauniyah) yang sebenarnya. Jika seorang ahli agama petugas rukyat tidak mampu memahami masalah dasar ini tidak perlu ragu untuk menyerahkan kepada yang lebih mampu agar tidak muncul perbedaan yang  tidak substansial. Berikut penjelasannya:


Bulan Bumi dan Matahari ketiganya saling bergerak satu sama lain. Pergerakan yang berpengaruh pada penetapan bulan baru Hijriyah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:

1. Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur sekali (360 derajat) dalam 24 jam(sehari semalam)
2. Bulan mengelilingi bumi (juga) dari barat ke timur sekali (360 derajat) dalam waktu 29,5 hari.
Itu berarti dalam sehari bulan menempuh sudut revolusi sebesar 360/29,5 atau sama dengan 12,20339derajat

Fenomena tersebut akan terlihat dari muka bumi sebagai berikut:
1.Matahari dan bulan bergerak secara semu mengelilingi bumi dari timur ke barat, disebabkan karena bumi berputar pada porosnya (rotasi) dari barat ke timur.
2.Matahari sebagai pusat tatasurya relatif tidak bergerak terhadap bumi sedangkan bulan bergerak mengitari bumi ke arah timur(dengan kecepatan 12,20339 derajat per hari) Hal ini menyebabkan bulan lebih lambat dibanding matahari dalam gerak semu dari timur ke barat. Setiap hari bulan tertinggal dari matahari dengan selisih sudut 12,20339 derajat
3.Perbedaan kecepatan gerak semu matahari dan bulan inilah yang menyebabkan penampakan bulan dari bumi selalu berubah mulai
bulan sabit sore (sore hari terlihat sudah di sebelah barat),
bulan separuh(saat maghrib sudah di atas),
bulan purnama(terbitnya maghrib),
bulan separuh(terbitnya malam),
bulan sabit pagi (terlihat di langit timur sebelum matahari terbit)

Penetapan tanggal dalam penanggalan Hijriyah di dasarkan pada siklus penampakan bulan ini, dimana siklus ini berulang setiap 29,5 hari sekali. (ctt: satu bulan dalam kalender Hijriyah memiliki jumlah hari 29 atau 30 secara bergantian)

Penetapan Akhir Bulan Ramadhan

Memang benar penetapan awal Ramadhan dan awal bulan Haji (Dzulhijjah) adalah hal yang juga cukup penting sebagai acuan pelaksanaan ibadah umat Islam, tetapi yang paling sering menyita perhatian publik adalah penentuan akhir Ramadhan atau tanggal 1 Syawal. Pedoman utama yang harus dipahami dari hadits nabi adalah bahwa jika kita telah melaksanakan puasa selama 29 hari maka esoknya (hari ke 30) ada dua kemungkinan: kalau bukan tanggal 30 Ramadhan berarti tanggal 1 Syawal. Rasulullah mengisyaratkan jika tanggal 29 maghrib itu bulan sabit sudah terlihat di ufuk barat (sedikit disebelah atas posisi matahari) maka esok hari tidak lagi berpuasa, (alias sudah hari raya idul fitri). Jika tidak terlihat maka jumlah hari puasanya digenapkan menjadi 30 hari.

Beberapa orang mengatakan. Bahwa hadits itu jelas tanpa harus ditafsirkan, berarti harusnya penetapan1 syawal itu tidak mungkin terjadi perbedaan. Bahkan cara melihat hilalnya pun  tidak harus rumit, cukup dilihat dengan mata telanjang, kalau kelihatan ya berbuka, kalau tak terlihat atau tertutup mendung ya digenapkan puasanya.

Benarkah demikian? Kenyataanya tidak sesederhana itu. Ada beberapa faktor yang  menyebabkan perbedaan tetap terjadi. Tentu saja kita bukan membahas perbedaan dalam memahami hadits maupun kaidah fikih lainnya. Dua hal yang paling berpotensi mengarahkan kita pada perbedaan penetapan tanggal 1 Syawal adalah:
1.Akurasi penglihatan, tingkat kecerahan langit
2.Perbedaan waktu pengamatan sehubungan dengan posisi Bujur yang perbeda

Kedua faktor tersebut tidak banyak berpengaruh masa Rasulullah karena praktis umat Islam pada saat itu masih terpusat di Madinah dan Mekah yang terletak pada garis bujur yang sama. Meskipun masalah akurasi penglihatan, dan kecerahan langit pada saat itu juga bisa saja menyebabkan orang Madinah melihat hilal sedangkan orang Mekah tidak. Namun begitu tidak ada catatan sejarah mengenai adanya kejadian seperti itu pada masa Rasulullah.

Permasalahan Dalam Penetapan 1 Syawal di Zaman Modern

Pada zaman modern ini masalah akurasi penglihatan sudah teratasi dengan penggunaan teropong. Masalah kecerahan langit juga bisa dieliminir dengan menyebar titik pengamatan di beberapa tempat berbeda, dengan harapan kalau di kota A hilal tertutup awan, bisa jadi di kota lainnya tidak demikian. Namun demikian ada masalah lain yang tidak bisa diatasi dengan teknik apapun. Apakah itu?

Dengan penyebaran umat Islam yang merata pada setiap posisi bujur bumi sekarang ini maka sebenarnya tidak mungkin menyeragamkan ketetapan 1 Syawal untuk seluruh dunia dalam setiap tahun. (Ctt: yang dimaksud sama adalah misalnya: 1 Syawal = 30 Agustus untuk seluruh dunia) Kenapa demikian?

Penetapan pergantian tanggal untuk kalender Masehi dimulai pada Batas Pengangalan Internasional yaitu wilayah Bujur 180 derajat (ctt: 180BT=180BB=wilayah Hawai) sedangkan pergantian tanggal dalam kalender Islam dimulai dari wilayah yang pertama kali melihat hilal. Begitu terlihat hilal di satu tempat maka posisi sebelah baratnya pasti juga melihat hilal karena semakin ke barat posisi pengamat maka saat matahari terbenam posisi bulannya pasti lebih tinggi ketimbang pengamat yang sebelah timur. Dengan kata lain Batas Penanggalan Internasional untuk kalender Islam selalu bergerak bergantung posisi bulan terhadap matahari.

Jika pengamat di Jakarta saat maghrib sudah melihat hilal dengan ketinggian 2 derajat maka dipastikan wilayah Riyadh (Saudi Arabia) yang maghribnya empat jam kemudian akan melihat bulan tersebut dengan  sudut ketinggian yang lebih besar. Begitu juga bagi pengamat di Eropa dan Amerika pasti akan terlihat lebih tinggi lagi.

Sebaliknya jika di Riyadh pengamat melihat bulan setinggi 2 derajat, pasti di jakarta 4 jam sebelumnya bulan belum terlihat. Artinya Riyadh esok hari sudah hari Raya sedangkan Jakarta harus menambah sehari lagi puasa.

Keseragaman 1 Syawal = 30 Agustus misalnya untuk seluruh dunia hanya bisa terjadi jika hilal bisa terlihat pertamakali di wilayah batas penggalan internasional di hawai.

Contoh: 29 Ramadhan=29 Agustus. Pada saat itu (tanggal 29 sore) pengamat di wilayah 180derajat BT sudah melihat hilal, maka seluruh wilayah dunia otomatis pada tanggal 30 Agustus  sudah pasti bertepatan dengan tanggal 1 Syawal.


Penyeragaman 1 Syawal Secara Nasional

Dengan penjelasan di atas kita paham bahwa perbedaan posisi bujur sangat berpotensi untuk berbeda dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Untuk negara negara kecil seperti Singapura, Brunai, dengan bentangan posisi bujur yang tidak terlalu besar kemungkinan sangat mudah mendapatkan hasil pengamatan hilal yang seragam, akan tetapi untuk Indonesia dengan tiga wilayah waktu tentu sangat mungkin terjadi perbedaan. Sangat mungkin pengamat di jayapura tidak melihat hilal, sedangkan dua jam kemudian di jakarta hilal sudah kelihatan. Jika hal demikian terjadi sebenarnya wilayah Jakarta ke barat sudah 1 Syawal sedang Jakarta ke timur belum.

Penyeragaman 1 Syawal secara Nasional yang dilakukan Pemerintah selama ini bukanl hanya atas pertimbangan pengamatan dan perhitungan hilal semata, melainkan juga pertimbangan ekonomi, sosial dan efisiensi kalender kerja nasional. Jika terjadi kasus sebagaimana diatas,… pengamat di Jayapura, Makasar, Bali Surabaya dan Bandung, belum melihat hilal, sedangkan dari Jakarta hilal sudah mulai terlihat, maka pemerintah dan para ulama akan membahas apakah akan mengikuti Jakarta dan daerah daerah sebelah baratnya atau mengikuti bagiaa Jakarta ke timur.

Setelah kita memahami permasalahan ini hendaknya kita lebih cermat dalam bersikap. Jangan sampai ada yang memutuskan berhari raya karena mengikuti Arab Saudi karena Jakarta dan Riyadh berbeda 4 jam (artinya ketinggian hilalnya selalu akan lebih tinggi dibanding hasil pengamatan dari Jakarta)

(by adil muhammad isa)

Share on Google Plus

About Adil Muhammadisa

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

4 komentar:

  1. good reason men
    heran juga kenapa ulama tak pernah menyampaikan hal seperti ini ya?

    BalasHapus
  2. jarak waktu antara melihat hilal dan sholat ied ada jeda waktu sekitar 12 jam, dari sekitar jam 18.00 sampai dengan jam 06.00 pagi. apakah dalam jeda waktu itu tidak diperbolehkan apabila kita juga mengikuti daerah di sebelah barat kita yang nyata-nyata telah melihat hilal. toh, sholat ied tidak dikerjakan pada saat kita melihat hilal itu kan ? akan tetapi dikerjakan esok paginya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba sedikit pikir:
      ambil contoh di artikel. 29Agustus=29Ramadhan.
      tgl 29agt (jkt pkl 18.00) belum lihat hilal.
      4jam berikutnya (jkt pkl 22.00) riyadh belum lihat hilal
      3jam berikutnya (jkt pkl 01.00 tgl 30 agt) London(29agtsore) belum juga lihat hilal
      3jam berikutnya (jkt pukul 04.00 tgl 30 agt) Buenos Aires(29agtsore) juga belum lihat hilal
      4 jam berikutnya (jkt pkl 08.00 tgl 30 agt) washington(29agtsore)ternyata MELIHAT HILAL

      kalau ikut pendapat mas anonim atas saya maka kita ikut washington yang nyata nyata sudah melihat hilal toh?

      coba perhatikan letak kesalahannya.

      washington melihat hilal tgl 29agt sore maka esok hari tgl 30 agt pagi washington sholat ied.
      padahal berita tentang washington melihat hilal (tgl 29 agt sore 18.00 waktu washington), itu beritanya baru diterima jakarta pada tgl 30Agt pagi jam 08.00.

      ketika mas anonim memutuskan ikut washington maka jam 08.00 tgl 30 agt itulah dia baru tau bahwa hari itu sholat ied. Apakah mas anonim mau sholat ied jam 08.00 aja?

      itu belum apa apa. kalau ternyata washington sore 29 agt belum lihat hilal, tetapi baru 3jam kemudian hawai sore 29 agt melihat hilal, maka mas anonim bisa memutuskan sholat ied pada jam 11.00 tgl 30 agt waktu jakarta.

      Aneh bukan?

      makanya ayo belajar yang bener, jangan asal membebek, ngulik hadits tanpa ngerti sedikitpun pergerakan bulan.

      Mestinya dengan Rasulullah memerintahkan untuk melihat hilal, mestinya umat Islam jadi paling pinter dalam memahami pergerakan matahari bulan dan bumi,.. tapi kenyataannya banyak yang gak ngerti apa apa.

      moga sadar deh.

      ayolah para ustadz atau awam sekalipun, jangan malu nanya ama mahasiswa astronomi, kunjungi pusat studi astronomi, kunjungi boscha, dan belajar disitu. gak susah kok yang penting jangan gengsi.

      Hapus
  3. @anonim atas saya, bolehkah orang hawai yang pagi itu tanggal 31 agustus melakukan jadwal kerja kantornya dengan anggapan bahwa hari itu tanggal 1 september,....karena di new zealand (sebelah barat hawai), pagi itu juga sudah tanggal 1 september?

    BalasHapus