Menolak ulama = menentang nabi = kafir. Benarkah demikian? Berikut dialog imajiner antara Kiai dan Pemuda untuk menjelaskan kesalahan paradigma tersebut.
KIAI: Al Ulama' warotsatul anbiya,....ulama adalah pewaris para nabi. Jadi kalau kamu memusuhi ulama, sama saja memusuhi para nabi. Kalau kamu mengingkari ulama sama saja mengingkari para nabi. padahal tidak ada yang mengingkari nabi kecuali orang kafir,.......
PEMUDA: PERTAMA, bisa jadi hadits "al ulamau warotsatul anbiya" itu tidak sahih, artinya Nabi tak pernah bilang begitu.
yang KEDUA, jika memang nabi mengatakan demikian, maka pertanyaannya adalah,.."ulama itu,...ulama yang mana?" kalau ulamanya seperti anda ini ya KIAI,...tentu bukan pewaris para nabi tetapi pewaris pemuka agama yang tolol. Maka wajib ditolak ketololannya
KETIGA, pernyataan terakhir anda yang mengkafirkan orang yang menolak ulama, adalah manifestasi kelemahan argumentasi anda. Orang yang bisa anda tololin (bodohi) tentu "kepaksa" manut sama anda gara gara takut termasuk kategori kafir. padahal kafir tidaknya seseorang sudah dijelaskan dalam Quran, tetapi ditambahi oleh "ulama palsu" seperti anda untuk mengikat ketundukan orang pada Kiai seperti anda. Inilah sebenar benarnya pemecah belah umat. karena ulama palsu lain juga mengatakan hal yang sama pada para pengikutnya. Anda dan teman teman anda saja banyak berbeda prinsip, apaladi anda dan Nabi. Umat jadi serba salah. jika ikut teman anda, dia kafir terhadap anda, jika ikut anda maka dia kafir terhadap yang lainnya.
KIAI: zzzzzzzzzz
Apa beda antara Nabi/Rasul dengan "ulama"...?
BalasHapusproses yng membedakan keduanya,sebagaimana 2 orang yng ingin mencapai satu tujuan,yng satu naik pesawat terbang yng memiliki rute pasti dan cepat,dengan seseorang yng berjalan kaki menempuh jarak ke tujuan yng sama,para Nabi/Rasul laksana seorang yng naik pswt terbang ber-rute sedang "ulama" laksana seorang yng berjalan kaki.
Bagi kita yng juga diberikan "akal",pastinya kita tahu apakah seseorang itu "ulama" yng dimaksudkan hadits tsb atau bukan,begitu pula jika kita telah bisa mendefinisikan seseorang itu "ulama" sesungguhnya atau bukan,maka kitapun sdh termasuk "ulama" alias orang yng berilmu yng penuh dng kehati2annya agar tdk terjebak pd jurang ke-musyrikan.
wallahu a'lam.