Apa Sih Isra’ Mi’radj Itu? Sebagian besar kaum muslimin tentu tak asing dengan istilah itu. Setiap tanggal 27 Rajab umat Islam mengadakan perayaan Isra’ Mi’radj. Namun begitu tak banyak yang mengira bahwa peristiwa Isra’ Mi’radj merupakan sebuah isyarat pengetahuan komprehensif mengenai Alam Semesta dalam sudut pandang Astrofisika Modern, sekaligus isyarat teknologi kecepatan tinggi yang secara potensial dapat direkayasa oleh manusia. Bagi Astronom dan Fisikawan tentu hal ini menarik karena secara langsung dapat memperkaya argumentasi ilmiah demi mempertajam beberapa teori astrofisika yang sudah ada. Bagi sejarawan fenomena ini menarik karena isyarat Quran tentang alam Semesta ini seolah olah tidak memberikan kontribusi sama sekali bagi dunia keilmuan di kalangan Islam tetapi justru telah jauh dikaji dan di teliti oleh para ilmuwan barat yang notabene non muslim. Ada apa sebenarnya?
Apa Sih Isra' Mi'radj Itu
Pengertian Umum Isra' Mi'raj
Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Rasulullah Muhammad oleh Allah, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pada malam hari, sebagaimana disebutkan dalam (Al Isra' 17: 1):
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Mi'raj adalah peristiwa diangkatnya Rasulullah Muhammad dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Dalam (An Najm 53: 13-18) Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar."
Distorsi Pemahaman Umat Seputar Isra' Mi'radj
Isra' Mi'raj dan Perintah Shalat
Meskipun banyak pendapat yang menghubungkan Isra' Mi'raj dengan diterimanya perintah shalat 5 waktu, namun tidak semua ulama sepakat mengenai hal ini. Ayat Al Qur'an yang menceritakan Isra' Mi'raj sama sekali tidak menyinggung masalah perintah shalat. Sementara beberapa hadits justru mengisyaratkan bahwa sebelum peristiwa Isra' Mi'raj Rasulullah dan para pengikutnya sudah melaksanakan shalat.
Bahkan kalau kita perhatikan, shalat adalah ibadah yang diperintahkan kepada semua Nabi Allah sebelum Muhammad, termasuk Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa as, untuk diajarkan kepada umat manusia sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat Al Quran. Perintah, “Wa aqiimus sholah wa aatuz zakah,.. wa arka'uu maa ar rooki'iin” merupakan perintah Allah kepada umat semua nabi,.. bukan hanya umat Muhammad. Artinya relevansi perintah sholat dengan peristiwa Isra' Mi'radj memang selayaknya dikaji kembali dengan lebih seksama.
Beberapa ulama yang menyatakan tidak adanya korelasi antara Isra' Mi'radj dan perintah sholat, mendasarkan argumen mereka pada dua hal penting: Pertama,..Quran tidak menyebutkan demikian,… yang kedua: hadits hadits tentang detil kejadian Isra' Mi'radj merupakan hadits yang menggambarkan sesuatu yang bersifat ghaib. Dan dalam kaidah fiqih disepakati bahwa hadits mengenai hal ghaib selamanya tidak bisa dijadikan hujjah kecuali hadits tersebut mutawatir. Dan sampai saat ini tak satupun hadits tentang Isra' Mi'radj yang mencapai derajat mutawatir. Dan para ulama memilih lebih berhati hati hingga tidak menyertakan hadits hadits tersebut dalam hujjah mereka.
Hikmah Penting Isra' Mi'raj Menurut Quran
Sikap mencukupkan diri dengan Al Quran, dalam berhujjah, terutama dalam membahas masalah yang ghaib, ternyata justru membuat para ulama yang hati hati ini berhasil mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hikmah Isra' Mi'radj. Jika ditanya untuk apa Rasulullah di isra' kan dan dimi'radj kan oleh Allah,… kemudian kita mencari jawabannya dalam Quran,.. ternyata jawabannya bukan untuk menerima perintah sholat. Jawaban yang lebih tepat adalah yang dituliskan dalam Quran pada bagian akhir ayat 1 surah Al Israa (Al Isra' 17:1) : “agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami”
Peristiwa Isra dan Mi'raj lebih tepat dipahami sebagai bukti nyata kebesaran Allah, yang diperlihatkan-Nya kepada Muhammad.
Selanjutnya dalam (An Najm 53:18) Allah menegaskan kembali: Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar."
Dari dua ayat tersebut dapat kita pahami bahwa dengan Isra' Mii'raj, Allah telah memperlihatkan kepada Muhammad sebagian tanda kebesaran-Nya, dan yang diperlihatkan itu adalah sebagian tanda kekuasaan Allah yang paling besar.
Sidrat al-Muntahâ berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan,
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
“ ...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14) ”
Sidratul muntaha secara harfiah berarti 'tumbuhan (sidrah) yang tak terlampaui', suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur'an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya.
Bilangan 'tujuh' sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur'an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem desimal. Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan:
"Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH tangkai yang masing-masingnya berbuah seratus butir. Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya...."
Juga di dalam Q.S. Luqman:27:
"Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah...."
Jadi 'tujuh langit' lebih mengena bila difahamkan sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit.
0 komentar:
Posting Komentar