Dalam paradigma atheisme, tidak bisa dibedakan antara mati "wajar", bunuh diri, dan mati syahid. Ketiganya hanya dikenali sebagai mati. Apakah seseorang mati ketika mabok, ketika merampok atau ketika mengajar atau ketika melakukan kebaikan bagi orang banyak, semuanya sama. Hanya dikenali sebagai mati. Problematika ini mendorong tumbuhnya pemikiran individualistik yang cenderung destruktif. Seorang dengan prinsip atheistik dengan mudah memilih cara mencapai tujuan dengan cara apapun tanpa menghiraukan konsekuensinya. Jika dia memiliki kekuatan untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan dengan cara zalim maka dia akan lakukan selama belum ada kekuatan lain yang bisa menghentikan. Ketika tak lagi kuasa dan dunia akan menghukumnya, dia bisa dengan mudah lari dari hukuman dengan cara bunuh diri. Kesalahan fatalnya adalah dia mengira bahwa bunuh diri berarti lepas dari hukuman, padahal sesungguhnya bunuh diri adalah penetapan azab siksa hukuman yang jauh lebih berat atas dirinya sendiri, tanpa pernah diampuni atau ditinjau kembali.
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar